Minggu, 18 April 2010

Pakain Bukan Sekedar Simbol


Dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita solehah. ”
Rosulullah saja menggambarkan kalau wanita itu sebaik-baiknya perhiasan Dunia. Akan tetapi bagaimana kalau wanitanya tidak bisa jaga kehormatannya, menjaga keimanannya dan menjaga cintanya pada Allah menjadi satu-satunya cinta yang lebih tinggi dibanding cinta yang lainnya. Jelas nya, dengan mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah, itulah salah satu jalan utama menuju pribadi muslimah, yaitu pribadi yang mulia dihadapan manusia dan dihadapan Allah.Terus, busana juga bisa mengendalikan perilaku. Sebab, ketika kamu pakai sarung dan baju koko, maka pantesnya kamu menjaga tingkah lakumu. Jadi kalau pas penampilan kamu begitu, pastinya harus malu kalau kamu main gaple or joget dangdutan di pesta kawinan tetangga kamu. Termasuk para remaja putri bisa menjaga diri. Tidak pantes rasanya kalau sudah pakai jilbab dan busana muslim, tapi ngomongnya sering nyakitin ati teman kamu.

Lalu, busana juga ternyata bisa berfungsi emosional. Zaman kampanye pemilu dulu, ketika kamu pake kaos partai pujaan kamu, kamu bangga banget. Ketika konvoi bareng satu kelompok dengan kaos yang sama, terasa lebih terlibat secara emosi. Begitupun ketika kamu tampil dengan kostum bak pejuang intifadha, rasanya seperti sedang berada di medan tempur melawan Israel. Jadi jelas busana dan aksesoris itu bisa berfungsi sebagai emosi.

Busana adalah juga simbol identitas. Simbol pembeda antara yang benar dan salah. Memakai busana muslimah sekaligus merupakan simbol mental baja pemakainya. Bagaimana tidak, dalam kondisi masyarakat yang rusak binti amburadul ini masih ada orang yang berani tampil dan bangga dengan jilbab. Maklum saja, jaman sekarang ini jaman amburadul. Padahal pabrik tekstil banyak, tapi aneh bin ajaib para wanita lebih senang berpakaian irit bahan. Termasuk yang rada kacau adalah tren kudung gaul ini. Mereka masih malu untuk menyampaikan pesan Islam yang tegas dan benar. Masih percaya mode ketimbang syariat. Barangkali cukup merasa sudah ber-Islam meski dengan simbolnya yang “minim” itu.

Seharusnya, di tengah kondisi masyarakat yang memuja kebebasan, di dalam arena kehidupan yang kusut bin suram ini pemakai busana muslimah adalah orang-orang yang bersemangat pantang menyerah. Ia tak gentar melawan kemunafikan, mereka tak takut melawan arus, berani tampil beda dalam kebenaran. Inilah jilbab. Inilah identitas muslimah. Inilah perjuangan mereka melawan hegemoni budaya tak beradab. Seharusnya, jadikan citra jilbab dan pakain muslimah dalam perspesi sosial umum sebagai kebaikan; sopan, ramah, kalem, tahu agama, alim dan sebagainya. Jadi, seperti kata Kefgen dan Touchie-Specht, bahwa busana adalah “menyampaikan pesan”. Kamu menerima pesan di balik busana orang, kemudian merespon sesuai persepsi sosial kamu.

Wanita adalah salah satu bukti kebesaran Allah SWT, di antara berjuta-juta bukti yang lainnya. Bagaimana tidak, makhluk indah yang sering juga disebut dengan istilah perempuan atau betina (yang ini khusus untuk binatang) selalu menjadi bahan pembicaraan yang menarik, selalu di anggap sebagai sumber inspirasi seniman baik bagi seorang pelukis, penari sampai seorang sastrawan dan yang lebih unik lagi wanita selalu menyuburkan rasa iri yang memang sudah menjadi sifat manusia yang sangat manusiawi.

Sedangkan lebih banyak dari mereka lebih bangga ketika semua auratnya disapu mata oleh semua orang dan dinikmati oleh sembarang orang. Pakaian yang seharusnya menutup aurat dan melindungi mereka telah kehilangan makna hakikinya. Mereka jauh lebih merasa bangga ketika mereka mampu membuat dirinya sebagai orang yang paling diperhatikan dengan busananya yang serba bebas. Bebas memperlihatkan tubuh mereka dalam balutan busana serba minim, tanpa rasa malu ditonjolkan bentuk liku tubuh mereka, diketatkan semua pakaian mereka, diperluas daerah areal pameran punggung, meruncingkan kerah belahan dada, menggunting lengan ketiaknya, menceraikan rok dari dengkulnya, memakai berbagai parfum yang begitu menggoda ketika mereka berjalan ditempat umum, bahkan mereka sengaja menarik perhatian dengan senyum manis dan suara lembut mereka.

Sementara modernisasi, emansipasi, karier, adalah jati diri citra perempuan yang diagungkan bahkan didewakan. Dan Islam dipandang tidak lebih sepengrangkat aturan penghambat pemacu gerak pembangunan yang meng klaim tanpa mampu memberikan sumbangsih pemikiran. Batasan-batasan irrasionil selalu di permasalahkan, seni keindahan naluriah kewanitaan dimatikan. Ruang gerak aktivitas wanita dikuburkan, bahkan sampai bernapaspun terasa sesak dihembuskan.

Intinya memonumenkan wanita sebagai ibu rumah tangga yang fungsinya tidak lebih sebagai pemuas suami dan melahirkan anak hingga luntur kecantikan mereka. Namun dari semua itu mereka tidak berfikir bahwa sebenarnya dengan daya pesona mereka. Mereka dengan se ngaja membiarkan ayahnya lebih menikmati kecantikan te man mereka bahkan mungkin dengan sengaja membiar kan ibu dari mereka dimadu karena ayahnya terhanyut oleh pesona kecantikan temannya. Membiarkan kakak perempuannya kecewa dengan suaminya, bahkan dengan sengaja membiarkan suami mereka sendiri berpaling darinya kepada perempuan yang lebih cantik, sedang kecantikan pada dirinya telah hilang karena usianya. Serta membiarkan diri mereka terlaknat karena telah melalaikan perintah sebagai seorang muslim.

Padahal kalau saja mereka tahu sejak awal kelahiran Islam, Islam telah memberikan kedudukan yang tinggi kepada perempuan. Terlihat betapa banyaknya ayat Al-Quran yang menunjukkan pentingnya ke dudukan perempuan. Bahkan salah satu surat dalam Al-Quran, tersebut “An-Nisa”, yang artinya wanita. Apalagi jika dikaji dari pribadi Rosulullah SAW yang termaktub dalam puluhan hadistnya, beliau memproklamirkan tiada satu perhiasan dunia yang paling mulia melainkan dalam seorang perempuan shaleha. Bukan yang paling cantik seperti kontes pemilihan ratu sejagat ataupun kecantikan karena exploitasi seluruh aurat dari padanya.

Dan sebagaimana nikmat Allah SWT yang tak terbilang, sedemikian pulalah cinta kasih Islam kepada perempuan. Bukan halnya dengan mereka yang mengatas namakan modernisasi dan emansipasi, yang hanya mengagungkan serta mendewakan popularitas kecantikan dan karier mereka. Bahkan tidak sedikit dari mereka beranggapan “apalah arti sebuah keperawanan?” kalau mereka bisa mendapat sebuah ketenaran. Padahal Islam sangat mengharamkan kehormatan seorang perempuan bagi siapa pun, tanpa kalimat Allah Yang Agung dan mulia yang dilantunkan dalam sebuah akad nikah.

thumbnail
Judul: Pakain Bukan Sekedar Simbol
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait :

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Bamz