Sabtu, 20 Maret 2010

KEBAIKAN YANG DILARANG DAN TIDAK DIPERBOLEHKAN

Didalam ushul fiqh terdapat istilah Al-Dzari’ah yaitu sesuatu yang pada awalnya diperbolehkan tetapi pada akhirnya dilarang. Imam al-Syathibi mendefinisikan dzari’ah dengan:
“Melakukan sesuatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan (kebaikan) untuk menuju kepada suatu kemafsadatan (kejelekan).”

Maksudnya, seseorang melakukan suatu pekerjaan yang pada dasarnya dibolehkan. Karena mengandung suatu kemaslahatan, tetapi tujuan yang akan ia capai berakhir pada suatu kemafsadatan.
Contohnya: Pada dasarnya jual beli itu adalah halal, karena jual beli merupakan salah satu sarana tolong-menolong untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Seseorang membeli sebuah kendaraan seharga tiga puluh juta rupiah secara kredit adalah sah karena pihak penjual memberi keringanan kepada pembeli untuk tidak segara melunasinya. akan tetapi, bila kendaraan itu yang dibeli dengan kredit sebesar tiga puluh juta rupiah-dijual kembali kepada penjual (pembeli kredit) dengan harga tunai lima belas juta rupiah, maka tujuan ini akan membawa kepada suatu kemafsadatan, karena seakan-akan barang yang diperjualbelikan tidak ada dan pedagang kendaraan itu tinggal menunggu keuntungan saja. Maksudnya, pembeli pada saat membeli kendaraan mendapatkan uang sebesar lima belas juta rupiah, tetapi ia tetap harus melunasi hutangnya (kredit kendaraan itu) sebesar tiga puluh juta rupiah. Jual beli seperti ini dalam fiqh disebut dengan bay’u al-‘ajal.
Gambaran jual beli seperti ini, menurut Al-Syatibhi, tidak lebih dari pelipat gandaan hutang tanpa sebab. Karenanya, perbuatan seperti ini dilarang.
Contoh lain adalah dalam masalah zakat. Sebelum waktu haul (batas waktu perhitungan zakat sehingga wajib mengeluarkan zakatnya) datang, seseorang yang memiliki sejumlah harta yang wajib dizakatkan, menghibahkan sebagian hartanya kepada anaknya, sehingga berkurang nishab harta itu dan ia terhindar dari kewajiban zakat.
Pada dasarnya menghibahkan harta kepada anak atau orang lain dianjurkan oleh syara’, karena perbuatan ini merupakan salah satu akad tolong-menolong. Akan tetapi, karena tujuan hibah yang dilakukan itu adalah untuk menghindari kewajiban, yaitu membayar zakat, maka perbuatan ini dilarang.
Pelarangan ini didasarkan pemikiran bahwa hibah yang hukumnya sunat menggugurkan zakat yang hukumnya wajib.
Imam al-Syathibi mengemukakan tiga syarat yang harus dipenuhi, sehingga suatu perbuatan itu dilarang, yaitu:
- Perbuatan yang boleh dilakukan itu membawa kepada kemafsadatan.
- Kemafsadatan lebih kuat dari kemaslahatan pekerjaan, dan
- Dalam melakukan perbuatan yang dipebolehkan unsur kemafsadatannya lebih banyak

thumbnail
Judul: KEBAIKAN YANG DILARANG DAN TIDAK DIPERBOLEHKAN
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait :

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Bamz