Sabtu, 10 Juli 2010

MENENTUKAN MAHAR (Pengikat Pasangan Hidup)


Salah satu bentuk pemuliaan Islam kepada seorang wanita adalah pemberian mahar saat menikahinya.Mahar ada lah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka.

Dahulu di zaman jahiliyah wanita tidak memiliki hak untuk dimiliki sehingga urusan mahar sangat bergantung kepada walinya. Walinya itulah yang kemudian menentukan mahar, menerimanya dan juga membelanjakannya untuk dirinya sendiri. Sedangkan pengantin wanita tidak punya hak sedikitpun atas mahar itu dan tidak bisa membelanja kannya.


Maka datanglah Islam menyelesaikan permasalahan ini dan melepaskan beban serta mewajibkan untuk memberikan mahar kepada wanita. Islam menjadikan mahar itu menjadi kewajiban kepada wanita dan bukan kepada ayahnya.

Mahar merupakan lambang cinta dari sepasang kekasih yang sedang memadu asmara di jalan Allah. Berapapun nilai harga mahar yang diberikan, ia tetap sangat berharga. Yang dinilai bukan kadar harta, tapi makna cinta yang terpatri di dalamnya. Begitu pentingnya sebuah mahar, sampai Nabi menganjurkan bagi suami untuk memberi surprise mahar walau hanya berupa cincin dari besi.

Allah swt.Berfirman :

“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.Kemudian,jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati,maka teri malah dan nikmati lah pemberian itu dengan senang hati”.
(QS. An-Nisa’ : 04).
Secara tegas, ayat di atas memerintahkan kepada calon suami untuk membayar mahar. Dan selanjutnya ketika suami telah memberikan mahar, suami tidak boleh mengambil kembali karena mahar itu telah menjadi hak istri, terkecuali istri menyerahkan kepada suami dengan ketulusan hati. Hal ini dapat kita ketahui dari kelanjutan ayat di atas.

Pemberian mahar akan memberikan pengaruh besar pada tingkat ketaqwa’an suami atas istri. Juga akan menguatkan hubungan pernikahan itu yang pada gilirannya akan melahirkan mawadah dan rohmah.Allah SWT.Berfirman :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wa nita oleh karena Allah telah melebihkan sebagian me reka atas sebahagian yang lain,dan karena mereka te lah menafkahkan sebagian dari harta mereka.Sebab itu maka wanita yang saleh ,ialah yang ta’at kepada Allah lagi memeli hara diri ketika suaminya tidak ada,oleh karena Allah telah memelihara.Wanita-wa nita yang kamu khawatirkan nusyuznya,maka nase hatilah mereka da n pisahkanlah mereka di tempat ti dur mereka,dan pukullah mereka.Kemudian jika m ereka mentaati mu,maka janganlah kamu mencari-ca ri jalanun tuk menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”
.( Surat An-nisa : 34).
Ulama bersilang pendapat, kenapa mahar itu wajib. Kalangan Syafi’iyah menilai, mahar wajib disebabkan adanya akad nikah dan lainnya. Menurut kalangan Malikiyah, mahar wajib dipenuhi karena ia termasuk salah satu rukun nikah. Sehingga apabila mahar digugurkan di waktu akad pernikahan, maka nikahnya tidak sah, terkecuali digugurkan setelah akad nikah dengan kesepakatan suami-istri, maka hal ini tidak masalah. Sementara kalangan Hanafiyah menilai mahar merupakan syarat jawab pernikahan sehingga wajib dibayar. Sedangkan kalangan Hanabilah berpendapat mirip kalangan Syafi’iyah.Menurut mereka, kewajiban mahar tak lebih karena adanya akad pernikahan itu sendiri.

Dengan demikian, semua Fuqaha’ sepakat bahwa membayar mahar wajib hukumnya. Perbedaan pendapat diatas hanya terletak pada penyebab kewajiban mahar. Namun, ulama’ kontemporer, Wahbah Zuhaily sedikit berbeda menanggapi masalah mahar. Beliau mengatakan, mahar bukan syarat atau rukun dari nikah, melainkan sesuatu yang lazim (melekat) pada akad nikah, sehingga syarat dan rukun nikah tidak sempurna tanpa adanya mahar

Konon, pada zaman Nabi, ada seorang lelaki menikah dengan sang pujaan hatinya dari Bani Fazarah, hanya dengan mahar sepasang sandal. Setelah Nabi menanyakan persetujuan si wanita, ia pun mengiyakan tanpa mempersoalkan nilai maharnya. Karena yang penting adalah cinta dan kasih sayang untuk selamanya. Lebih menarik lagi, Nabi Adam menikahi Hawa hanya dengan membayar mahar berupa bacaan shalawat kepada baginda Nabi Muhammad saw.

Ceritanya, ketika Tuhan rampung menciptakan Ibunda Hawa, Adam tertarik kepadanya. Kemudian beliau menjulurkan tangannya untuk meraih tubuh Hawa, tapi Tuhan segera menegurnya dan menyuruh Adam membayar mahar dulu. Lalu Adam bertanya,“Apa maharnya?”.Tuhan menjawab, maharnya adalah membaca shalawat sebanyak seribu kali tanpa napas. Karena saking terpikatnya, sang Adampun akhirnya memenuhi persyaratan itu. Namun pada hitungan yang kelima ratus beliau bernapas. Tuhan lalu berfirman,
“Apa yang telah kamu lakukan itu sebagai ‘uang’ muka, kekurangannya bisa kau tambah di kemudian hari”.
Singkatnya, masalah mahar masih simpang siur antar suatu daerah dengan daerah lainnya. Sebagian daerah mematok standar mahar cukup tinggi dan sebagian daerah lain menentukan mahar sangat murah meriah. Ini jelas bermasalah. Bagi yang menarget mahar sangat mahal terkesan mengeksploitasi harta suami dan juga berimbas banyaknya orang terlambat menikah. Bagi yang mematok mahar cukup murah, ada kesan sosok wanita seakan-akan murah harganya. Kesenjangan ini tentu tak layak di biarkan berlarut-larut. Padahal semua hadist tadi menunjukkan bahwa boleh hukumnya mahar itu sesuatu yang murah atau dalam bentuk jasa yang bermanfaat.

Demikian pula dalam batas maksimal tidak ada batasannya sehingga seorang wanita juga berhak untuk meminta mahar yang tinggi dan mahal jika memang itu kehendaknya. Tak seorangpun yang berhak menghalangi keinginan wanita itu bila dia menginginkan mahar yang mahal.

Bahkan ketika Umar Bin Khattab ra berinisiatif memberikan batas maksimal untuk masalah mahar saat beliau bicara diatas mimbar. Beliau menyebutkan maksimal mahar itu adalah 400 dirham. Namun segera saja dia menerima protes dari para wanita dan memperingatkannya dengan sebuah ayat Al-Qur’an .Sehingga Umar pun tersentak kaget dan berkata,”Allahumma afwan, ternyata orang-orang lebih faqih dari Umar”. Kemudian Umar kembali naik mimbar,”Sebelumnya aku melarang kalian untuk menerima mahar lebih dari 400 dirham, sekarang silahkan lakukan sekehendak anda”.Meskipun demikian tentu saja tetap lebih baik tidak memahalkan harga mahar.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah saw bersabda :
” Nikah yang paling besar barokahnya itu adalah yang murah maharnya”
thumbnail
Judul: MENENTUKAN MAHAR (Pengikat Pasangan Hidup)
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait :

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Bamz