Allah Swt menggambarkan ikatan yang terjadi dalam ak ad nikah adalah sebuah (mitsaqan ghalizha) perjanjian yang kuat.Akad nikah bukanlah sekadar kata-kata yang terucap dari mulut laki-laki,atau sekadar acara formal un tuk mengesahkan hubungan suami isteri,atautun adat yang menjadi kebiasaan dalam pernikahan. Sama sekali tidak. Akad nikah adalah sebuah perjanjian sakral yang ikatan nya amat kukuh dan kuat.
Akad nikah yang mengikat suami dan isteri dalam sebuah perjanjian syar’i,di mana perjanjian itu wajib dipenuhi hak-haknya. Perjanjian agung yang menyebabkan halalnya kehormatan diri untuk dinikmati pihak lainnya.Perjanjian kukuh yang tidak boleh dicederai dengan ucapan dan perbuatan yang menyimpang dari hakikat perjanjian itu sendiri.Allah Swt berfirman:
“Dan jika kamu ingin menggantiakan isterimu deng an isteri yang lain,sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan dusta dan dengan (menanggung) dosa yang besar? Bagaimana kamu akan mengambil nya kembali padahal sebahagian kamu telah ber gaul dengan yang lain sebagai suami isteri? Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari ka mu perjanjian yang kuat?”
(An-Nisaa’ 4:20-21)
Thabari dalam kiatb tafsirnya menukilkan penjelasan Qa tadah mengenai ayat di atas,“Perjanjian kuat yang diam bilkan Allah untuk para wanita,rujuk kembali dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang bijak, dan perjanjian yang kuat itu terdapat dalam akad kaum Muslimin tatkala melaksana kan akad nikah:Demi Allah kamu harus menjaganya dengan cara yang makruf dan menceraikan (jika menceraikan) dengan cara yang bijak.”
Mujahid menjelaskan perjanjian yang kuat, “yaitu kalimat nikah untuk menghalalkan (farji) kemaluan mereka.” Mujahid dan Ikrimah menjelaskan ;
“Kamu mengambil mereka dengan amanat Allah dan kamu halalkan faraj mereka dengan kalimat Allah.” Ath Thabari berkata,“Pendapat yang paling mendekati takwilnya itu ialah pendapat orang yang mengatakan bahawa perjanjian yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah perjanjian yang diterima oleh wanita dari suaminya pada waktu akad nikah,yaitu janji untuk menjaga de ngan cara yang makruf atau menceraikannya,jika menceraikan,dengan cara bijak; yang diikrarkan oleh laki-laki, kerana dengan begitu Allah telah berwasiat kepada kaum laki-laki mengenai isteri-isteri mereka.”
Rasulullah SWT bersabda ;
“Takutlah kamu sekalian kepada Allah mengenai wanita (isteri) kerana kamu telah mengambil me reka dengan amanat Allah.”
(HR Muslim)
Ibnul Qayyim Al-Jauzi berpendapat mengenai akad nikah ini dengan meninjaunya dari segi (ihdad) berkabung tatkala suami meninggal dunia. Kata beliau,“Tujuan ihdad atas suami yang meninggal dunia itu adalah untuk mengagungkan akad nikah dan untuk menunjukkan penting dan mulianya akad itu,dan bahwa ia di sisi Allah memilki kedudukan tersendiri.Masa iddah dijadikan haram bagi nya untuk menikah dengan orang lain,dan iddah dimak sudkan untuk mengukuhkan,dan menambahkan perhatian terhadapnya, sehingga isteri dijadikan sebagai pihak yang lebih utama untuk melakukan ihdad terhadap suami dibandingkan dengan ayah,anak,saudara dan semua ke rabatnya.”
Judul: IKATAN SUCI PERNIKAHAN
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 16.57
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 16.57
0 comments:
Posting Komentar