Periode Mekah dapat dikatakan sebagai periode pembentukan
individu-individu yang dipersiapkan sebagai embrio kelahiran sebuah masyarakat.
Namun demikian, karakter universal pada ajaran Islam telah membekali para
sahabat di Mekah dengan cakrawala luas yang menembus batas ruang dan waktu. Di
saat mereka diintimidasi dan sulit keluar dari cengkeraman Quraisy, Rasulullah
saw.
berkata kepada keluarga Yasir, “Sabarlah, wahai keluarga Yasir!
Sesungguhnya surga telah menanti kalian”.( Al-Mustadrak, al-Hakim, vol. 3 hal. 383) Beliau juga berkata kepada
Khabbab ibn al-Arat, “Demi Allah, agama ini akan sempurna hingga musafir yang
berjalan dari Shan`a hingga Hadhramaut tidak merasa takut kecuali kepada Allah,
atau takut serigala akan memangsa dombanya. Kalian terlalu tergesa-gesa”.( Diriwayatkan
al-Bukhari no. 3612 dan Abu Dawud no. 2649)
Dakwah Rasulullah saw. dimulai secara tertutup. Artinya,
beliau hanya meyampaikan dakwah kepada kalangan terbatas yang diperkirakan
dapat menerima Islam. Karena itulah, orang-orang yang masuk Islam pada fase ini
terdiri dari keluarga dan sahabatsahabat terdekat. Pengajaran dan praktik
ajaran Islam pun dilakukan secara sembunyisembunyi. Tujuannya jelas, agar tidak
menarik perhatian umum dan menghindari konfrontasi terbuka yang tentu saja
dapat memberangus dakwah sejak dini. Alhasil, hingga tiga tahun fase dakwah
ini, hanya segelintir orang yang memeluk Islam. Ibn Ishaq mencatat hingga 40
orang, tapi jika diteliti jumlah sebenarnya jauh lebih kecil.( Al-Rahiq
al-Makhtum, al-Mubarakfuri, Dar al-Salam-Riyadh, cet.1 hal. 74)
Pada tahun keempat, Rasulullah saw. memulai fase dakwah
terbuka. Artinya, dakwah disampaikan secara terbuka kepada semua kalangan,
meskipun para sahabat tetap diminta menyembunyikan keislamannya. Seiring dengan
bertambanya jumlah orang yang memeluk Islam dan tekanan Quraisy, Rasulullah
saw. membutuhkan tempat baru yang lebih aman untuk dijadikan pusat pendidikan
dan pengajaran. Di sinilah rumah (Dar) alArqam berperan. Latar belakang
keluarganya yang berasal dari Bani Makhzum dan letak rumahnya yang strategis menjadi
pilihan utama.
Perubahan penting pada fase ini terjadi ketika Hamzah ra.
dan Umar ra. memeluk Islam di akhir tahun keenam. Inilah momentum kaum muslim
menunjukkan eksitensi sosialnya kepada masyarakat Quraisy. Dar al-Arqam
dibubarkan dan para sahabat pergi bersamasama menuju Ka`bah untuk beribadah
secara terbuka. Keislaman Umar ra. bukan faktor tunggal yang berpengaruh
terhadap perubahan ini. Kesiapan kaum muslim untuk menyongsong perubahan itu
tampaknya telah diperhitungkan secara matang.
Perubahan peta kekuatan kaum muslim ini mendesak Quraisy
untuk mengubah cara perlawanannya. Quraisy harus menghimpun kekuatan bersama
dan tidak lagi menggunakan cara individual karena sudah tidak efektif.
Buktinya, jumlah pemeluk Islam terus bertambah dan merambah hampir seluruh kabilah
Quraisy. Akhirnya, Quraisy menerapkan boikot total terhadap kaum muslimin dan
para pendukungnya dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
Pemboikotan yang berjalan selama tiga tahun ini tadinya
diharapkan dapat melemahkan kaum muslim dan pendukungnya. Namun nyatanya tidak
demikian. Bahkan, tindakan tidak manusiawi ini malah menyulut simpati
besar-besaran dari berbagai lapisan masyarakat Arab di luar Mekah sehingga
banyak yang masuk Islam setelah itu.( Al-Sirah al-Nabawiyyah, Dr. Ali
Muhammad al-Shallabi, Dar Ibn Katsir-Beirut, cet.1 vol. 1 hal. 326) Boikot telah berubah menjadi
sarana publikasi dakwah yang cukup efektif.
Momentum perubahan sosial yang paling krusial di masa
Rasulullah saw. adalah hijrah ke Madinah. Di kota inilah kaum muslimin dapat
membangun kehidupan sosial yang independen dan utuh. Ajaran dan nilai-nilai
Islam mendapatkan tempat persemaian yang kondusif sehingga melahirkan model
masyarakat yang ideal. Hijrah adalah pembuktian tertinggi hasil pengajaran
Rasulullah saw. kepada para sahabatnya yang berasal dari Mekah, di satu sisi.
Karena mereka harus meninggalkan kepentingan duniawi demi mempertahankan keyakinan.
Di sisi lain, hijrah juga menjadi ukuran efektivitas ajaran Islam dalam
menunjang proses akulturasi masyarakat majemuk.
Karena itu, arahan-arahan yang mengandung dimensi sosial
terasa kental sekali di Madinah. Sejak kedatangan Rasulullah saw., beliau sudah
menyatakan, “Hai segenap manusia, sebarkanlah salam, berilah makanan,
sambunglah hubungan kekeluargaan (silaturahim), dan kerjakanlah shalat malam
disaat orang-orang tidur lelap, niscaya kalian masuk surga dengan damai”.( Diriwayatkan
al-Tirmidzi no. 2673, Ibn Majah no. 3374 dan al-Darimi)
Ketika ditanya, “Keislaman seperti apakah yang paling
baik?”. Nabi saw. menjawab, “Memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang
yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal”.( Diriwayatkan
al-Bukhari, no. 28)
Rasulullah saw. juga berbicara tentang kesatuan, “Hubungan
orang beriman dengan orang beriman lainnya adalah ibarat satu bangunan. Setiap
bagiannya menguatkan bagian yang lain”.( Diriwayatkan al-Bukhari no. 481 dan
Muslim no. 6750. 11 Diriwayatkan al-Baihaqi, Syu`ab al-Iman no. 9356.)
Tentang kepedulian dan solidaritas, Rasulullah saw.
bersabda, “Bukanlah orang beriman, yang kekenyangan sedangkan tetangga
sebelahnya kelaparan”.
Arahan-arahan sosial inipun diiringi dengan perubahan
simbol-simbol sosial sehingga dapat mewujudkan paradigma sosial Islam. Kaum
pendatang yang berasal dari Mekah dan lainnya diberi sebut al-Muhajirun. Sebuah
kata yang mengandung dimensi nilai agama yang luhur. Sedangkan kaum pribumi,
Aus dan Khazraj yang kerap bertikai di masa jahiliyah karena faktor
primordialisme keluarga, disebut al-Anshar. Juga sebuah nama yang mengandung
dimensi agama yang luhur. Setelah itu, Rasulullah saw. mempererat hubungan
mereka dengan mempersaudarakan meraka selayaknya saudara kandung.
Judul: Karakter dan Momentum Perubahan Sosial
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 16.37
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 16.37
0 comments:
Posting Komentar